Kamis, 04 Juli 2013

KEDIRI : INSPIRASI UNTUK NEGERI



 Kediri : Bumi Kadhiri Menginspirasi Indonesia
Oleh : Novi BMW
(Malang, 17/08/2008)



Bendera Merah Putih pertama kali di kibarkan oleh Pasukan Raja Jayakatwang


Lembah antara Gunung Wilis dengan Gunung Kampud (Kelud), terkenal sejak dahulu kala dengan nama “bhūmi Kadhiri”. Di wilayah ini pernah berdiri pusat pemerintahan Kerajaan Pañjalu, yang bernama nagara Daha.

Sejarah di daerah Kediri ternyata memiliki beberapa inspirasi bagi pendiri negara Indonesia. Beberapa peristiwa yang telah memberikan inspirasi bagi pendiri negara Indonesia adalah:
a.       Bendera Merah-Putih: warna merah dan putih merupakan Bendera Kerajaan Glang-Glang di bhumi Kadiri. Pertama kalinya bendera Merah-Putih dikibarkan terjadi pada peristiwa penyerangan Raja Jayakatwang dari nagara Glang-Glang untuk meruntuhkan Kerajaan Tumapel di daerah Malang. Peristiwa ini termuat dalam Prasasti Kudadu (1216 C/ 1294 M) pada lempeng IVb disebutkan “....samangkana, hana ta tunggul ning satru layulayu katon wetani haniru, bang lawan putih warnanya....”(Museum Nasional, 1986) artinya “.....ketika itu, muncul bendera dari musuh berlari lari terlihat di sebelah timur, merah dan putih warnanya.... ” (Munib, 2011) dari kutipan Prasasti Kudadu tersebut pemakaian bendera berwarna bang (merah) dan putih di gunakan oleh Pasukan Kerajaan Glang-Glang yang pusat ibukotanya di nagara Daha, i bhumi Kadhiri. Pendiri negara Indonesia mengambil warna Merah dan Putih untuk bendera negara karena terinspirasi peristiwa penyerangan Jayakatwang yang terjadi pada tahun 1214 Saka (1292 M).
b.      Burung Garuda: Raja Airlangga merupakan Pendiri Kerajaan Panjalu yang kelak menjadi Kadhiri. Dalam Prasasti Pamwatan (19 Desember 1042 M) disebutkan lokasi ibukotanya pernah di nagara Daha. Setiap prasasti yang dikeluarkan olehnya selalu diberi stempel / lancana kerajaan yang disebut “garudamukha lancana”. Di salah satu bagian Goa Selomangleng Kediri, hingga sekarang masih terlihat jelas Relief Garudhamukha tersebut.
c.       Raja Jayabhaya adalah nama salah satu Maharaja di Kerajaan Panjalu. Hingga kini nama harumnya tetap dikenang. Bahakan ada kumpulan Ramalan Jawa yang dikenal dengan nama besarnya, yaitu Jangka Jayabhaya. Karena beberapa ramalan dalam jangka ini banyak sekali pengaruhnya terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia. Bahkan ramalan Jangka Jayabhaya tentang akan datangnya Ratu Adil mampu memotifasi para pejuang kemerdekaan untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
Relief Garudya di Goa Selomangleng Kediri

Dan adapula karya sastra yang perlu dibanggakan yang seharusnya sebagai icon Kediri, yaitu Kitab Smaradahana. Cerita Panji merupakan cerita yang berakar dari pengembangan Kitab Smaradahana karangan Mpu Dharmaja tersebut. Karya sastra ini diperuntukkan kepada Maharaja Kameswara dan permaisurinya Kiranaratu. Nama lengkap Kameswara adalah Çri Mahārajā Çri Kameçwara Triwikramāwatara Aniwaryyāwirya Parakrama Digjayotunggadewanāma (Prasasti Cker 1107 Saka), ialah salah satu maharaja dari Kerajaan Panjalu di bhumi Kadhiri yang berpermaisurikan Sri Kirana Ratu dari Janggala (Munib, 2011). Tidak dipungkiri lagi, bahwa dari Cerita Panji telah menginspirasi masyarakat membentuk kebudayaan yang berakar dari cerita Panji tersebut. Contoh adalah lahirnya Kesenian Reog, Tari Topeng Panji,  Jaranan, Wayang Klitik, dan berbagai macam bentuk kebudayaan lain yang tersebar di Indonesia hingga mancanegara (hingga ke Kamboja dan sekitar). Oleh karenanya layaklah hal sedemikian itu disebut Budaya Panji.
Panil Relief Panji di Desa Gambyok, Kec. Grogol, Kab. Kediri
            Ironisnya, masih banyak masyarakat dan bahkan para praktisi akademis mengaggap bahwa masa Kerajaan Panjalu di Kadhiri hanya kaya dengan karya sastra, seperti Susastra Arjunawiwaha, Krsnayana, Sumanasantaka, Smaradahana, Bharatayuddha, Hariwangsa, Gatotkacasraya, Wrttasancaya, dan Lubdaka. Namun masa ini miskin mewariskan bangunan monumental seperti Candi.
Penemuan Candi Tondowongso tahun 2007 lalu, telah menggemparkan masyarakat Kediri bahkan hingga keluarnegeri. Hal tersebut dikarenakan banyak ditemukan arca dan struktur bangunan kuno yang hingga kini semakin meluas penemuannya. Yang lebih mengejutkan lagi adalah sekitar 200 m lurus kearah selatan ternyata adalah lokasi Candi Gurah yang telah ditemukan tahun 1957. Kemudian ditemukan pula pada tahun 2007 Gapura di belakang rumah Mbah Ponijo, lokasinya sekitar 450 m arah barat diantara kedua candi. Melihat kedekatan antar ketiga situs dan kemiripan pengarcaan Candi Gurah dan Tondowongso, ada indikasi kuat situs tersebut merupakan satu kompleks percandian yang luas (Munib, 2011).
Penemuan Situs Tondowongso, Candi Sumbercangkring, Candi Asmorobangun, dan beberapa temuan lainnya seperti Candi Adan-Adan, Patirtan Kepung, Situs Semen, dan Situs Kali Pesu. Mampu membuka mata peneliti-peneliti sejarah Kadhiri, bahwa ungkapan masa Kadhiri miskin mewariskan bangunan monumental perlu ditinjau kembali. Keberadaan Cagar Budaya monumental warisan Kerajaan di bhumi Kadhiri, masih banyak yang terpendam dalam tanah akibat kegiatan vulkanis Gunung Kelud selama berabad-abad. 
Penggalian di Situs Tondowongso
Oleh karena hal tersebut, perlu diadakan kegiatan sosialisasi dan pencarian solusi dari masalah-masalah yang berkenaan dengan Cagar Budaya sebagai bukti kebesaran kerajaan di bhumi Kadhiri. Salah satu contohnya adalah nasib Kompleks Situs Candi Gurah-Candi Tondowongso-Situs Ponijo. Candi yang pada tanggal 15 hingga 25 Oktober 2012 telah dilakukan ekskavasi Tahap V, perlu diberikan perhatian khusus saat ini sebagai salah satu aset daerah yang potensial untuk dikembangkan dalam bidang wisata, media pendidikan dan ilmu pengetahuan. Apalagi para ahli, seperti Bapak Soekmono, telah mengidentifikasikan Candi Gurah (beserta kompleks Tondowongso) sebagai candi bergaya khas masa peralihan “Kadhiri style”. Jika tidak diselamatkan segera maka hilanglah bukti kebesaran Kadhiri dan keberadaan “Kadhiri style” tersebut.

Daftar Rujukan :
 

  • Boechari, 1985/ 1986. Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid I. Jakarta: Proyek Pengembangan Museum Nasional tahun 1985/ 1986
  • Munib, NB. 2011. Dinamika Kekuasaan Jayakatwang di Kerajaan Glang-Glang Tahun 1170 - 1215 Caka. Tinjauan Geopolitik . Malang : Uni. Negeri Malang

Makam Patih Mangun



1.        Nama                                : Makam Patih Mangun
2.        Lokasi (Objek)                 :
a.       Alamat                                    : Asta Tinggi, Kompleks Makam Patih Mangun
b.      Desa/Kelurahan           : Kebonagung
c.       Kecamatan                  : Kota Sumenep
d.      Kabupaten/Kota          : Sumenep
e.       Provinsi                       : Jawa Timur
f.       Koordinat UTM          : 49M 814320E 9225626N 258ft
3.        Batas                                :
a.       Timur                           : Kompleks makam kuno yang tertimbun pepohonan dan semak belukar
b.      Utara                           : Kompleks makam kuno yang tertimbun pepohonan dan semak belukar
c.       Barat                            : Kompleks makam M1 dan M2
d.      Selatan                         : Jurang dan goa buatan sebagai bahan bangunan makam di Asta Tinggi
4.        Ukuran                             :
a.       Makam Patih Mangun            :
Ket.
Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal

274 cm
145 cm


Jirat
250 cm
127 cm
90

Nisan

41 cm
73 cm
20

b.      Makam Putra Patih Mangun :
Ket.
Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Penutup Jirat
193 cm
90 cm


Jirat
179 cm
78 cm
70 cm

Nisan

34 cm
60 cm
18 cm

c.       Makam ? (mungkin istri Patih Mangun) :
Ket.
Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Batur
245 cm
104 cm


Jirat
214 cm
71 cm
25 cm

Nisan



?

5.        Pemilik                             : Persatuan Family Sumenep (PERFAS)
6.        Pengelola                          : Yayasan Penjaga Asta Tinggi (YAPASTI)
7.        Riwayat Pelestarian         :
Pendataan oleh BPCB Trowulan tahun 1986.
8.        Kondisi    :
Tidak terawat sehingga area cungkup makam ditumbuhi semak belukar. Dan tempat bermain keluarga anjing liar dari hutan disekitar bukit Asta Tinggi.
9.        Potensi kriteria Cagar Budaya sesuai UU Cagar Budaya No.11 Tahun 2010 (Pasal 5-10)
  • Usia :

Bangunan makam Kyai Wiradipura dibangun pada tahun 1211 Hijriyah (1796 M) atau 217 tahun yang lampau. Jadi, dilihat dari kriteria usia bangunan, maka makam Patih Mangundirejo memenuhi syarat Kriteria Cagar Budaya sesuai Pasal 5 poin “a”.
  • Masa Gaya :

Gaya dan bahan bangunan Cungkup makam Patih Mangundirejo memiliki gaya khas masa Islam kolonial. Dimana perpaduan antara gaya lokal dan eropa gothic sangat kental. Biasanya berbentuk kubah. Untuk gaya Jirat merupakan jirat termegah gaya Eropa di kompleks makam Asta Tinggi. Kemegahan Jirat (kijing) ini bahkan melebihi para Raja di Kompleks makam Raja-raja Asta Tinggi. Batu nisannya pun berbahan baku Batu Marmer yang terukir indah dengan bahasa jawa dan Arab. Dari anasir awal ini sangat jelas bahwa Makam Patih Mangun sangat unik dan mewakili masa gaya zaman abad 18.
  • Arti khusus :

Memiliki arti penting bagi ilmu arsitektur, ilmu arkeologi, budaya dan sejarah perjuangan Sumenep.
  • Nilai Budaya:



Ornamentasi dan Arsitektur bangunan memperlihatkan Akulturasi budaya Eropa, Madura, dan Timur Tengah (Islam).  
  • Jenis : Bangunan Cagar Budaya di dalam Kawasan Cagar Budaya Asta Tinggi


Pada tahun 1785, Prancis di bawah Kaisar Napoleon Bonaparte, berhasil menguasai Belanda, sehingga Raja Williem V melarikan diri ke Inggris. Pemerintah Inggris mendapatkan keuntungan dengan suaka yang diberikan kepada Raja williem V. Dengan diadakannya perjanjian yang di kenal dengan “Surat-Surat Kew”. Dokumen tersebut memerintahkan agar semua pejabat jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada orang-orang Inggris supaya dijaga dan tidak jatuh kepihak Prancis (Ricklefs, M.C. 2008).
Di Sumenep sempat terjadi insiden, dimana terjadi kesalah pahaman antara pihak militer VOC yang didukung pasukan Sumenep di bawah pimpinan Patih Mangundirjo dengan kedatangan Pasukan Inggris di Sumenep. Terjadilah pertempuran, sehingga kubu Sumenep kalah dan Patih Mangun gugur beserta pasukannya. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1796 M, sesuai isi prasasti pada cungkup makam Patih Mangundirjo terdapat Angka tahun 1211 Hijriyah dan atau ANNO 1796 (1796 M).
Peran besar Patih Mangun di Sumenep, terlihat dalam pembangunan kompleks makamnya. Arsitek dan ornamentasi interior kubah makam sangat indah. Bahkan Jirat (kijing) makam nya bergaya Eropa sangat kental, kemegahannya pun mengalahkan jirat-jirat pada kompleks makam induk, milik para Rato.  Dari pembagunan makam yang megah ini, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa penguasa Sumenep maupun pemerintahan Kolonial (VOC kala itu) sangat menghargai jasa-jasa Patih Mangundirejo.


 Ada cerita Masyarakat yang menarik, bahwa dahulu saat pasukan Inggris datang ke Sumenep, ada rencana akan menge-Bom Asta Tinggi karena dikira sebagai Kraton Sumenep. Namun karena perlawanan sengit pasukan Patih Mangun di sekitar pantai, maka tembakan meriam Inggris meleset. Sehingga terlihat dengan jelas jasa besar Patih Mangun terhadap istana terakhir para leluhur Bangsawan Sumenep tersebut. Jika tanpa pengorbanan Nyawa Patih Mangun, kemungkinan besar Kompleks Asta Tinggi telah rata dengan tanah dibombardir meriam-meriam pasukan Inggris.
Di dalam cungkup makam Patih Mangun terdapat tiga buah makam. Yaitu makam Patih Mangundirejo sendiri, disebelah baratnya terdapat makam yang telah rusak, kemungkinan Istri beliau dan makam ketiga adalah makam Putra Patih Mangun. Sedangkan di depan Cungkup kubah Makam Patih Mangun masih terdapat makam-makam kuno, yang telah rusak dan aus tulisan pada batu nisannya.
Terdapat enam (6) prasasti yang masih dapat dengan jelas dibaca pada cungkup makam Patih Mangun ini. Yakni :
1.      Prasasti Kuda Terbang. Prasasti ini terbuat dari Batu Marmer yang terletak di atas pintu masuk kubah makam Patih Mangun. Uniknya ditengah batu yang berbentuk oval tersebut di ukir relief Kuda terbang. Pada relief tersebut terukir prasasti dengan tiga jenis aksara pada area kepala, area badan, dan area ekor. Pada sekitar relief kepala kuda bertulis dengan aksara Arab, pada badan relief kuda beraksara Jawa Baru, dan pada ekor relief kuda beraksara latin Belanda.
2.      Prasati Bulan Sabit. Prasasti ini terbuat dari batu marmer yang diletakkan pada dinding kubah, sebelah barat pintu masuk kubah Makam Patih Mangun.  Tulisan pada prasasti ini menggunakan aksara Jawa Baru.
3.      Prasasti pada batu Nisan Patih Mangun sebelah utara. Terbuat dari batu marmer dengan tulisan beraksaa Arab menyebar pada batu nisan. Berisi doa dan ayat suci Al-Qur’an.
4.      Prasasti pada batu Nisan Patih Mangun sebelah selatan. Terbuat dari batu marmer dengan tulisan aksara jawa baru.
5.      Prasasti pada batu Nisan Putra Patih Mangun sebelah utara. Terbuat dari batu marmer dengan tulisan aksara arab. Berisi doa dan kutipan ayat suci Al-Qur’an.





  1. Prasasti pada batu Nisan Putra Patih Mangun sebelah selatan. Terbuat dari batu marmer dengan tulisan aksara arab dan jawa baru. Uniknya prasasti beraksara jawa berada di sulur samping kanan dan samping kiri batu nisan.