Minggu, 01 Juli 2012

Pembongkaran Situs Semen di Kabupaten Kediri

BONGKAR CANDI SUKSES BERTANI 
Oleh Novi BMW (kasus 2006)

Bata Kuno bongkaran Situs Semen, Kec Pagu
(Khafid (alm), Juli 2006)
Kalau dahulu tempat suci, sekarang tak berarti, kalau sekarang tempat berharga suatu hari dapat pula sirna. Perlindungan terhadap keberadaan Benda Cagar Budaya telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, namun seberapa ampuhkah menghadapi kekuatan kebutuhan uang?

Banyaknya Benda Cagar Budaya (BCB) pada masa kerajaan Hindhu-Budha yang masih terpendam di sekitar tempat aktivitas masyarakat, memiliki ancaman serius terhadap BCB tersebut. Di Kediri banyak masyarakat yang pernah menemukan benda-benda bersejarah, diketahui maupun tidak diketahui oleh pihak BP3, kemudian di rusak dengan alasan yang berbeda-beda.

Seperti kasus yang terjadi disebuah sawah milik masyarakat Desa Semen Kec. Gampengrejo, Kab. Kediri. Kasus ini merupakan contoh perusakan situs meskipun telah dilaporkan kepada pihak Balai Penyelamatan Peninggalan Purbakala (BP3). Di sini ditemukan pondasi bangunan candi dari batu bata yang luasnya hampir seluas lapangan sepak bola, namun karena penanganan yang memakan waktu lama, akhirnya Pak Aji, pemilik tanah situs tersebut membongkarnya.

Sekarang pondasi yang telah berupa bongkahan bata tersebut dapat dilihat pada sebuah pekarangan di jalan antara Gurah-Plemahan, tepatnya Desa Menang, Kec. Pagu, Kab. Kediri (sebelah Timur petilasan Joyoboyo). Ironisnya bata tersebut akan dijadikan semen bata setelah di giling oleh pembeli.

“Itu kan cuma batu bata bukan situs, lha kalau ada patungnya mungkin kami tidak berani membongkar. Lagi pula kalau dipindah semua ke museum kan tidak mungkin karena batu batanya banyak sekali” ujar Pak Kholik, 49, pembeli tanah situs.

Menurut Pak Kholik, kasus pembongkaran dan jual beli atas temuan struktur bangunan di sawah milik Pak Aji tersebut diperbolehkan oleh pihak BP3 Jawa Timur.

SITUS KUBUR TEMPAYAN DI KEDIRI

TOLONG SELAMATKAN KUBURKU!!!!
Oleh: Novi BMW

Belajarlah dari sejarah. Itulah kalimat bijak yang tidak asing lagi di telinga kita. Sebuah kalimat yang bukan sekedar slogan. Tetapi merupakan cambuk untuk menjadikan sejarah sebagai pelajaran berharga. Walau bagai manapun Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pendahulunya.

PENGGALIAN tanah pekarangan milik Pak Warsono, 54, di lembah Baruklinting, Desa Wonojoyo, Kec. Gurah, Kab. Kediri yang dimulai pada pertengahan tahun 2007 untuk pengurukan beberapa proyek, telah memunculkan beberapa bukti-bukti adanya Peninggalan-peninggalan Sejarah. Para pekerja penggalian berhasil menemukan lebih dari lima kerangka manusia dan tidak jauh dari situ ditemukan pula kendi, jambangan, serpihan keramik, tempayan bersusun dan tulang hewan. Namun tidak satupun masyarakat yang melaporkan penemuan tersebut kepada pihak berwenang, bahkan temuan tersebut dihancurkan dan sebagian ikut diangkut ke atas truk agar tidak mengganggu pekerjaan. Sampai akhirnya diketahui oleh Novi B.M,21, beserta rekannya Arif Subekti,21, Mahasiswa jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang. Mereka sedang melakukan inventarisasi dan dokumentasi situs purbakala di daerah Kediri, namun dengan adanya kasus di Desa Wonojoyo tersebut, maka dilakukanlah penelitian awal setiap akhir pekan pada tanggal 8 hingga 22 Maret 2008. Selanjutnya mereka pun melaporkan kasus tersebut kepada pihak Balai Penyelamatan Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur.


Pecahan Tempayan Kuno
                                         
Penemuan kerangka manusia beserta bekal kubur, mengingatkan pada sistem penguburan pada masa Perundagian atau akhir masa prasejarah, yakni sistem kubur tempayan. Selama ini penemuan kubur tempayan hanya berlokasi di daerah pesisir pantai, seperti yang telah diketemukan di Gilimanuk (Bali), Melolo (Sumba Timur), Anyer (Banten), dan Plawangan (Rembang). Uniknya, letak situs baru ini ada di pedalaman Kediri yang jauh dari pantai.

Data arkeologis lain yang berbeda juga ditemukan, sekitar 150 meter arah timur dari tempat penemuan kerangka, ditemukan pula sebuah kesatuan lingga dan yoni beserta reruntuhan batubata yang dapat diidentifikasi sebagai Candi. Lingga - Yoni merupakan lambang kesuburan, dimana Lingga adalah perwujudan Dewa Siwa, sedangkan Yoni merupakan perwujudan istrinya, yaitu Dewi Parwati. Ibarat Rumah maka bangunan candi merupakan rumah, dan Lingga - Yoni merupakan penghuni utamanya. Hal ini dikarenakan letak Lingga - Yoni berada di dalam ruang utama Candi Hindhu aliran Siwa, sekaligus sebagai pusat puja saji dalam upacara pemujaan umat Hindhu.
Watu Lumpang (Yoni)

Munculnya Situs Baruklinting di Desa Wonojoyo yang berciri kubur tempayan merupakan sumbangan terbaru bagi dunia pendidikan, khususnya sejarah. Hal ini menimbulkan sejumlah permasalahan yang penting untuk dipecahkan, antara lain apakah praktik-praktik penguburan yang berlaku di situs Baruklinting mempunyai persamaan dengan situs yang telah diketemukan di daerah pantai, seperti Gilimanuk, Melolo, Anyer, dan Plawangan? Lantas, bagaimana persamaan dan perbedaan yang muncul pada situs-situs lain, berkaitan dengan letak situs Baruklinting yang berada di daerah pedalaman, sementara situs lain berada di daerah pesisir? Demikian pula dengan keberadaan kesatuan lingga-yoni yang jaraknya relatif dekat dengan penemuan kubur tempayan; apakah terdapat keterkaitan diakronis antara keduanya, ataukah penanaman kubur tempayan serta lingga-yoni tersebut pada satu zaman?
Jobongan Sumur Kuno


Namun semua akan terkubur begitu saja bila situs ini terlambat diselamatkan oleh pihak-pihak yang berwenang, khususnya dari pihak Balai Penyelamatan Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur. Karena informasi yang berasal dari Pak Paidi, ketua Rt setempat, sekitar akhir maret tanah situs akan dibajak untuk dijadikan areal persawah. Hal ini tentu saja akan merusak bahkan dapat menghancurkan benda-benda peninggalan sejarah yang ada. Oleh karena itu perlu diadakan penyelamatan dan penelitian secepatnya di situs lembah Baruklinting Desa Wonojoyo Kec.Gurah, Kab. Kediri dalam upaya merekonstruksi sejarah kebudayaan Indonesia.