Selasa, 12 Maret 2013

Kompleks Candi Tondowongso



Oleh: Novi BmW
Sarasehan Sejarah di Univ. Negeri Malang (Kamis, 15 Maret 2012)

1.       LOKASI 

Secara geografis lokasi Situs Tondowongso berada di dukuh Tondowongso, Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Berbatasan dengan Desa Tiru lor yang terletak disebelah selatan, Desa Semanding disebelah barat, dan Desa Adan Adan yang terletak disebelah timur dan utara. Secara astronomi lokasi situs berada di koordinat 07⁰ 47’ 25,4’’ LS dean 112⁰ 08’ 32,8” LS (Ekawati, L. 2008).
Peta Kabupaten Kediri

2.       PENEMUAN

Pada awal tahun 2007 (Januari-Maret) para pekerja pemborongan tanah di dusun Tondowongso menemukan struktur batu bata (tembok selatan) namun tidak ada pelaporan kepada pihak berwenang. Namun setelah penggalian diteruskan ke arah yang lebih utara, para pekerja kaget saat menemukan struktur bangunan batu bata beserta beberapa arca. Atas penemuan yang terakhir ini kemudian pihak penggali tanah melaporkan kepada pihak berwenang. Penggalian tanah tersebut berada di lahan milik tiga orang, yaitu Pak Kiran (warga Desa Adan-Adan), Pak Munawar (Sekdes Desa Gayam saat itu), dan H. Suryani (warga Desa Gayam).

3.       BENTUK TEMUAN DAN TATA RUANG

a.     Dinding Selatan (dinding Kluster?)


Struktur dinding batu bata ini memiliki arah timur-barat (lebih tepatnya tenggara-barat laut). Ditemukan paling awal oleh warga (pekerja/penambang tanah). Kondisinya sangat rusak parah, hamper semua batu bata dibongkar. Tertinggal bekas galian dan dasar struktur yang memanjang arah timur-barat.  Setelah ditemukan dan digali tidak ada pelaporan kepada pihak berwenang di Desa Gayam, sehingga kerusakan sangat parah. Sebagian batu bata ada yang digunakan pondasi rumah, semen merah dan selebihnya di jual entah kemana. Dari pengukuran Tim Balai Arkeologi Yogyakarta dinding selatan yang masih tersisa (lebih ke barat dan ke timur) memiliki tebal 130 cm (Riyanto, S, dkk. 2010).
Dinding Kluster
(Novi BmW, 2007)
  
b.      Dinding Timur (Pagar Keliling kompleks percandian?)



Struktur dinding batu bata ini memiliki arah utara-selatan (lebih tepatnya timur laut-barat daya). Penemuan dinding ini merupakan penemuan kemudian saat penggalian tanah diperlebar kea rah timurlaut dan utara. Kondisinya termasuk lebuh baik dari pada tembok selatan. Dari bentuk dinding yang tersingkap sangat terlihat struktur lapisan tanah yang menimbun akibat aliran lava dari letusan Gunung Kelud. Di beberapa bagian bahkan masih terlihat dinding yang meleok hampir roboh karena terjangan/ tekanan arus dari arah timur. Dari pengukuran Tim Balai Arkeologi Yogyakarta dinding timur yang tersingkap ini memiliki tebal 170 cm (Riyanto, S, dkk. 2010).
  
c.       Pagar gugus candi (pagar percandian?)

Pagar gugus candi pada prinsipnya merupakan bagian integral dari gugus bangunan candi. Gugus candi dalam hal ini terdiri dari sebuah bangunan induk dan tiga buah bangunan perwara. Dari ekskavasi dan pengukuran Tim Balai Arkeologi Yogyakarta pagar gugus candi ini memiliki tebal 90 cm (Riyanto, S, dkk. 2010).

d.      Struktur Bangunan Utama (komplek percandian)

1.       Arca Dewa berkepala empat
Ciri-cirinya memiliki Empat Wajah (Catur Muka), duduk bersila di atas padmasana ganda bertangan empat. Kedua tangan depan masing-masing diletakkan di atas lutut. Ibu jari dan kelingking tangan kanan saling bertemu dan ketiga jari lainnya lurus.  Tangan kanan belakang memegang aksamala dan yang kiri memegang Camara. Pada keempat kepalanya memakai Jatamakuta berhiaskan Candrakaala (Ekawati, L. 2008). Pada umumnya tokoh dewa berkepala empat merupakan identifikasi terhadap Dewa Brahma. Namun untuk kasus Situs Tondowongso ada pula yang mengidentifikasikannya sebagasi Dewa Siwa Caturmuka.

2.       Arca Dewa Candra
Dewa Candra atau Dewa Bulan sering dihubungkan dengan Dewa Kesuburan. Pada situs Tondowongso ditemukan dua buah arca Dewa Candra. Salah satunya terletak didekat arca Surya dan Nandi, dan yang lain terletak di dinding pagar keliling sebelah timur. Cirri-ciri arca Dewa Candra ini adalah duduk bersila dengan kaki kiri di atas kaki kanan pada Padmasana ganda. Bertangan dua, tangan kanan di atas pangkuan dengan telapak tangan terbuka dan terdapat kuncup padma, sedangkan tangan kiri di atas lutut kiri. Mempunyai rambut ikal dan panjang rambut sampai bahu, kepala memakai jatamakuta. Dibelakang arca terdapat hiasan bulan sabit dan pita yang ujungnya mengarah ke atas, selain itu juga terdapat prabha (Ekawati, L. 2008).

3.       Arca Dewa Surya
Arca Dewa Surya Situs Tondowongso digambarkan duduk bersila di atas padmasana ganda. Kedua tangan diletakkan di atas kedua lutut, dan telapak tangan kanan terbuka, di atasnya terdapat padma, sedang tangan kiri dengan jari-jari di tekuk memegang sampur. Kepala memakai Jatamakuta. Di belakang arca terdapat sirascakra dengan sisi sejajar dan prabha berbentuk bulat telur (Ekawati, L. 2008).

4.       Arca Nandi
Ditemukan dua Nandi, salah satunya berada pada bangunan bersebalahan bilik dengan arca Candra dan Surya. Sedang Nandi yang lain berada pada deretan arca-arca yang ditemukan didinding pagar keliling sebelah timur (Ekawati, L. 2008).

5.       Yoni
Yoni Situs Tondowongso ditemukan dalam bilik yang dinuat dari batu putih dan penggarapannya sangat rapi dan halus. Dibawah carat terdapat hiasan kepala naga. Yoni ini berukuran kecil, tingginya 28 cm, panjang sisinya berukuran 31 x 31 cm (Ekawati. L. 2008).

6.       Arca Dewi Durgamahesasuramardini
Biasanya digambarkan berdiri di atas seekor lembu yang ia taklukkan. Dalam mitologi disebutkan bahwa lembu ini adalah penjelmaan raksasa Asura yang pernah menyerang kayangan dan di taklukkan oleh Dewi Durga. Pada umumnya durga memiliki tangan berjumlah 8, masing-masing tangan memegang Cakra, Pedang, Vajra, ekor lembu, Cangka, Tameng, Busur dan yang terakhir menjambak rambut Raksasa Asura (Soekmono, 1973).

Selain arca-arca yang disebutkan di atas, ditemukan pula arca Agastya, Nandiswara, Ardhanari, Lingga, Fragmen kepala arca dewa, dan fragmen kaki arca dewa. Dilihat dari temuan-temuannya, maka dapat di identifikasikan Situs Tondowongso merupakan reruntuhan bangunan Candi Hindi Saiva.

Formasi gugusan bangunan candi adalah sebuah candi induk menghadap ke barat dan depannya terdapat tiga buah bangunan perwara menghadap timur, di barat bangunan perwara terdapat gapura yang menyatu dengan pagar Candi (Riyanto, S. 2010).

4.       KETERKAITAN DENGAN SITUS LAIN

a.       Candi Gurah

Pada tahun 1957 di dusun Sentul, Desa Tiru Lor, Kecamatan Gurah pernah ditemukan sejumlah arca dan struktur bangunan di areal lahan milik Pak Said. Lokasi temuan hanya berjarak 200 m lurus arah selatan dari lokasi Candi Tondowongso. Dari hasil penelitian Bapak Soekmono (1958-1959) di dusun Sentul tersebut terdapat sebuah candi induk dan tiga buah candi perwara yang terletak di depannya. Serta arca-arca yang di temukan dalam bilik candi perwara.  Arca-arca tersebut adalah Brahma, Candra, Surya, Nandi dan Yoni (Ekawati, L. 2008).
Temuan arca dari Candi Gurah maupun Candi Tondowongso mempunyai persamaan, yaituarca Brahma, Candra, Surya, Nandi, dan Yoni. Cara penempatan arca-arca di kedua candi dapat dikatakan sama, meskipun bangunan tempat arca Candra, Surya dan Nandi dari Tondowongso belum jelas bentuknya.
Candi Gurah
(Soekmono, 1969)

b.      Situs Gapura Ponijo

Pada tahun 2007 setelah penemuan Situs Candi Tondowongso, pada jarak 450 m arah barat situs ditemukan pula struktur batu bata yang berwujud gapura (Ekawati, 2008, dalam Riyanto, S, dkk. 2010). Lokasinya berada di belakang rumah Bapak Ponijo, sehingga situs ini disebut Situs Ponijo.
Jika di tarik garis lurus ke timur, maka lokasi gapura ini berada di tengah-tengah antara Candi Tondowongso dan Candi Gurah. Jika ketiga lokasi temuan situs inisaling terkait satu dengan yuang lain, dapatlah diperkirakan situs Tondowongso, Gurah dan Ponijo merupakan kompleks percandian yang luas.

c.       Situs Semen dan Sumbercangkring.

Riyanto, S, dkk (2010) mengindikasikan adanya keterkaitan historis antara Situs Semen, Situs Sumbercangkring dan Situs Tondowongso. Hal tersebut didasarkan pada kesamaan dominasi bahan bata, ukuran bata, serta teknik konstruksi yang memiliki kemiripan.
Situs Semen-Pagu yang berwujud bangunan adalah struktur-struktur batu bata, di antaranya diduga merupakan tembok dan saluran air. Data arkeologi berwujud bagian bangunan adalah dua buah jaladwara yang terbuat dari bahan batu dan berukuran sekitar 100 cm untuk panjang dan tingginya. Sementara itu, data arkeologi yang berupa artefak adalah sebuah arca (Wisnu di atas Garuda) dengan tinggi 72 cm, pipisan, lumping, serta artefak wadah dari bahan tanah liat (tembikar), batuan, maupun porselen (Riyanto, S, dkk. 2010).
Situs Sumbercangkring berupa struktur bangunan yang tinggal 7 lapis bata. Selain struktur bangunan bata, dilokasi itu juga ditemukan sebuah arca Dwarapala yang belum selesai pengerjaannya serta fragmen-fragmen bata yang berserakan (Riyanto, S, dkk. 2010).

5.       MASA PEMBANGUNAN

Masih banyak misteri yang belum terungkap pada Situs Tondowongso. Namun ada beberpa pendapat yang menyebutkan bahwa Situs tersebut berasal dari masa Kerajaan Tertentu. Jika Candi Tondowongso sezaman dengan Candi Gurah, maka pendapat Bapak Soekmono (1969) tentang kemungkinan Candi Gurah berasal dari Masa Kerajaan Panjalu/Kadhiri. Bahkan beliau mengidentifikasikan bahwa Candi Gurah memiliki Gaya Khas peralihan dari model Candi Jawa Tengahan menuju model Candi Jawa Timuran. Jika indikasi awal Tim Balai Arkeologi Yogyakarta yang mengidentifikasi adanyaketerkaitan antara Candi Tondowongso dengan Situs Semen dapat di terima, maka dugaan bahwa Candi Tondowongso berasal dari masa Kadiri sangatlah kuat. Karena pada situs Semen pernah ditemukan inskripsi angka tahun 1119 Saka (1197 M) (Knebel, 1910). Tahun itu sama dengan tahun dikeluarkannya Prasasti Palah (1119 Saka) oleh Çri Mahārajā Çri Çarwweçwara Triwikramāwatarānindita Çrnggalañcana Digjayotunggadewanāma.

Yang unik merupakan temuan Ibu Lisa Ekawati (almh) (2008), dimana beliau mengidentifikasi adanya gaya Singhasarian. Yaitu keberadaan hiasan pita di belakang kepala arca Dewa Candra yang berkibar ke atas. Motif pita semacam itu menginggatkan bentuk hiasan pada arca-arca masa Singhasari . Kemudian ada pula yang berpendapat Situs Tondowongso peninggalan masa Majapahit. 

Terakhir adalah pendapat yang menyatakan bahwa Situs Candi Tondowongso sejaman dengan Candi Palah (Penataran) yaitu pada masa Kerajaan Panjalu/ Kadhiri. Namun masih tetap dipergunakan pada masa Kerajaan Tumapel (Singhasari) hingga Majapahit. Sepertihalnya Candi Penataran yang memiliki bukti paling tua berasal dari masa Kadiri, namun ada pula bukti angka tahun maupaun ikonografi yang menunjukkan masih digunakannya situs hingga masa Majapahit akhir.



Daftar Rujukan

Ekawati, L. 2008. Arca-Arca Dari Candi Tondowongso Dan Candi Gurah, Kediri. Berkala Arkeologi. Tahun XXVIII No. 2: 43-54. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta
Knebel, J. 1910. Beschrijving van de Hindoe-oudheden in de Afdeling Kediri (Residentie Kediri). Dalam Rapporten van de Commissie in Nederlandsch-indie voor Oudheidkundig Onderzoek of Java en Madura 1908. S-Gravenhage; Martinus Nijhoff & Batavia; Albrecht & Co
Riyanto, S, dkk. 2010. Laporan Penelitian Arkeologi Situs Tondowongso, Kediri, Jawa Timur 2010 (Tahap III). Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta
Soekmono. 1969. Gurah the link between the central and the East Javanese arts. Bulletin of the Archaeological Institute of the Republic of Indonesia.
---------------. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

1 komentar: