oleh : Novi BmW
Percabangan Bengawan Brantas |
Gara-Gara Prasasti Kamalagyan
(959 Saka/1037 Masehi) pada artikel terdahulu, maka kita akan membahas beberapa
permasalahan percabangan Bengawan Brantas.
Permasalahan seperti benarkah debit air Sungai Mas dahulu lebih besar
daripada Sungai Porong? Jika benar, sejak kapan debit air Sungai Porong
lebih besar dari pada Sungai Mas? Mari kita keluarkan beberapa fakta yang
memusingkan kepala gara-gara Prasasti Kamalagyan pada artikel
sebelumnya.
Faktanya sekarang Bengawan
Brantas bercabang menjadi tiga di sekitar daerah Mlirip, Kabupaten Mojokerto,
Jawa Timur. Namun dalam Prasasti Kamalagyan disebutkan bahwa dahulu Bengawan
telah terpecah menjadi tiga alur di sekitar Krian Sidoarjo. Sebenarnya ada dua
kemungkinan yang bisa dikembangan terhadap informasi tersebut:
1.Bengawan Brantas memang bercabang di sekitar
Mlirip seperti sekarang. Yang dimaksud “bangawan”
dalam Prasasti Kamalagyan adalah cabang Bengawan Brantas yang sekarang kita
sebut Sungai Mas. Jadi yang terpecah menjadi tiga di Wringinsapta adalah Sungai
Mas kuno. Sehingga selain Sungai Mas dan tiga pecahannya, Bengawan Brantas juga
masih memiliki cabang lain yang sekarang kita sebut sebagai Sungai Porong.
Namun sungai terakhir ini dalam Prasasti Kamalagyan tidak disangkut pautkan
sama sekali, karena kejadian hanyalah permasalahan di Sungai Mas.
2.“Bengawan” yang dimaksud Prasasti Kamalagyan memanglah
merujuk pada Bengawan Brantas inti. Jadi dahulu percabangan memang terdapat di
sekitar Waringinsapta dan terpecah menjadi tiga aliran seperti informasi
Prasasti Kamalgyan. Aliran ke utara adalah aliran utama dengan debit air yang
paling besar. Kemudian cabang yang ke timur adalah yang paling kecil debit
airnya, dan terakhir adalah aliran ke arah tenggara (selatan) dengan debit air
terbesar ke dua setelah aliran yang ke utara.
Percabangan di Waringinsapta |
Kemungkinan mana yang lebih mendekati
kebenaran??mari kita lihat fakta-fakta yang berada dalam beberapa sumber
sejarah berikut ini:
1.
Prasasti Kudadu (1216 Saka/1294 Masehi)
Prasasti ini
merupakan hadiah untuk penduduk Desa Kudadu yang telah membantu pelarian narāryya Sanggramawijaya pada saat Kerajaan Tumapel dihancurkan oleh
serangan Kerajaan Glang-Glang. Pelarian narāryya Sanggramawijaya dari kejaran
pasukan Jayakatyeng tersebut merekam adanya percabangan Bengawan Brantas di daerah deltanya. Informasi tersebut terekam
dengan baik sebagaimana berikut:
Lempeng IV verso:
.... ya ta
matangyan kari ta çri mahārāja i rabut carat, makawasanang gumintir angalor datĕng
i pamwatan apajĕg loring lwah ....
Lempeng V verso:
....ri tka çri mahārāja
pwe kembang çri, amanggih ta sira çatru muwah, binuru ta sira muwah, irika ta çri mahārājanalayu mangalor amgat
bangawan sahabalanira kabeh .... (Yamin, 1962).
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Lempeng IV verso:
.... itulah sebabnya maka Çri Maharaja tinggal di Rabut
Carat, dan setelah itu pergi ke utara menuju ke Pamwatan Apajeg, di utara
Sungai...
Lempeng V verso:
.... sesampainya Çri Maharaja di Kembang Çri[1]
bertemu lagi beliau dengan para musuhnya[2],
diburulah beliau oleh mereka, ketika Çri Maharaja lari ke arah
utara, menyeberang bengawan bersama pengikutnya semua .... (Munib, NB. 2011).
Istilah “lwah” pada lempeng IV Prasasti Kudadu, menunjuk pada Sungai Porong
lama. Sedangkan istilah “bangawan”
pada lempeng V Prasasti Kudadu, menunjuk pada Sungai Mas[3].
Perbedaan istilah antara “lwah”
dengan “bangawan” menunjukkan bahwa debit air yang dialirkan “lwah” lebih sedikit daripada “bangawan” yang oleh Zoetmulder (1995)
diartikan sebagai sungai besar. Hal ini menunjukkan bahwa volume air di Sungai
Porong dahulu lebih kecil dari pada Sungai Mas (Munib, NB. 2011).
2.
Prasasti Canggu (1280 Saka/1358 Masehi)
Keberadaan pelabuhan sungai di
sepanjang tepian Bengawan Brantas dan Bengawan Solo terekam dalam Prasasti
Canggu (1280 Çaka). Pada lempeng ke-5 disebutkan nama-nama desa pelabuhan (naditira pradeça) di tepi Bengawan
Brantas dan Bengawan Solo. Jika lempeng ke-4 dari prasasti ini dapat ditemukan,
maka jumlah pelabuhan di tepi Bengawan Brantas dapat ditelusuri lebih lengkap
dari daerah hulu hingga hilir. Adapun nama desa-desa pelabuhan dalam Prasasti
Canggu (1280 Çaka) adalah sebagai berikut:
Lempeng 5 sisi depan (recto):
1. Nusa, i tĕmon, parajĕngan, i pakatekan, i wunglu, i rabutri, i bañu mŗdu,
i gocor, i tambak, i pujut,
2. i mirĕng, ing dmak, i klung, i pagdangan, i mabuwur, i godong, i
rumusan, i canggu, i randu gowok, i wahas, i nagara,
3. i sarba, i waringin pitu, i lagada, i pamotan, i tulangan, i
panumbangan, i jruk, i trung, i kambang çri, i tda, i gsang, i
4. bukul, i çurabhaya, muwah prakāraning
naditira pradeça sthānaning anāmbangi….. (Pigeaud, 1960).
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Lempeng 5 sisi depan (recto):
1. Nusa, di Temon, Parajengan, di Pakatekan, di Wunglu, di Rabut Ri, di Banu
Mrdu, di Gocor, di Tambak, di Pujut,
2. di Mireng, di Dmak, di Klung, di Pagdangan, di Mabuwur, di Godong, di
Rumusan, di Canggu, di Randu Gowok, di Wahas, di Nagara,
3. di Sarba, di Waringinpitu, di Lagada, di Pamotan, di Tulangan, di
Panumbangan, di Jruk, di Trung, di Kambang Çri, di Tda, di Gsang, di
4. Bukul, di Çurabhaya, Juga segala macam masalah di wilayah pinggir
sungai tempat penyebrangan......(ganti
pelabuhan di sepanjang Bengawan Solo)(Munib, NB. 2011).
Keterangan dari Prasasti Kamalagyan
(959 Çaka), Prasasti Kudadu (1216 Çaka) dan Prasasti Canggu (1280 Çaka) menunjukkan
bahwa kemungkinan ke dua yang
lebih nyata, yaitu Bengawan Brantas bercabang menjadi tiga
di Waringinsapta. Dilihat dari penyebutan dalam Prasasti Canggu (1280 Çaka) hanya dua
cabang yang besar dan dapat dilayari hingga pedalaman. Setelah menyebut
Waringinsapta, dalam Prasasti Canggu langsung menyebut nama desa pelabuhan
Lagada, Pamotan, dan Tulangan. Jika dirunut, maka setelah menyebutkan
Waringinsapta penyebutan dimulai dari salah satu muara cabang Bengawan Brantas.
Pamotan dapat diidentifikasi dengan Pamwtan Apajeg dalam Prasasti Kudadu (1216 Çaka),
sekarang menjadi Desa Pamotan, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan
Tulangan sekarang menjadi nama desa dan Kecamatan Tulangan (Munib, NB. 2011).
Setelah menyebut nama desa pelabuhan Tulangan berganti ke
cabang Bengawan Brantas berikutnya. Dimulai dari Panumbangan yang
diidentifikasi sebagai Desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo. Kemudian Jruk
sekarang menjadi Desa Jeruklegi, Kecamatan Balongbendo. Lalu Trung sekarang
menjadi Desa Terung di Kecamatan Krian. Kambang Çri menjadi Desa Bangsri masuk
wilayah Kecamatan Sukodono. Adapun Tda masih belum dapat ditemukan, kemungkinan
desa ini berada di Kecamatan Taman[4]. Setelah Tda kemudian menuju Gsang yang diidentifikasikan dengan
daerah Pagesangan. Desa pelabuhan Bukul dapat dihubungkan dengan Kelurahan
Bungkul[5]. Dan terakhir pada muara Bengawan Brantas cabang utara adalah desa
pelabuhan Çurabhaya yang kini
menjadi ibukota Propinsi Jawa Timur (Munib, NB. 2011).
Dilihat dari peta topografi, terlihat bahwa terdapat
bekas meander aliran Bengawan Brantas
yang kini telah mati di sekitar
Deltanya. Hal ini membuktikan bahwa dahulu telah terjadi
perpindahan aliran Bengawan Brantas. Bekas aliran dan meander-meander tersebut telah menjadi daerah pemukiman dan
persawahan penduduk. Contoh
menarik yang dapat membantu menguak percabangan Bengawan Brantas adalah bekas meander di Mojokerto.
Di Kota Mojokerto Bengawan Brantas bertemu dengan Sungai Brangkal. Adanya bekas meander disebrang pertemuan tersebut terlihat bahwa dahulu pertemuan tersebut membentuk sebuah aliran yang mengarah ke utara, yaitu menerobos Desa Terusan, menuju Desa Sidoharjo, berbelok ke timur ke Desa Penompo, kembali lagi ke arah utara menuju Desa Canggu dan Jetis, kemudian ke arah timur menuju Surabaya. Di Desa Jetis Bengawan Brantas bertemu (tempuran sungai) dengan Sungai Marmoyo (Sungai Jetis), dimana Desa Canggu terletak persis terapit pada pertemuan sungai tersebut (Munib, NB. 2011).
Di Kota Mojokerto Bengawan Brantas bertemu dengan Sungai Brangkal. Adanya bekas meander disebrang pertemuan tersebut terlihat bahwa dahulu pertemuan tersebut membentuk sebuah aliran yang mengarah ke utara, yaitu menerobos Desa Terusan, menuju Desa Sidoharjo, berbelok ke timur ke Desa Penompo, kembali lagi ke arah utara menuju Desa Canggu dan Jetis, kemudian ke arah timur menuju Surabaya. Di Desa Jetis Bengawan Brantas bertemu (tempuran sungai) dengan Sungai Marmoyo (Sungai Jetis), dimana Desa Canggu terletak persis terapit pada pertemuan sungai tersebut (Munib, NB. 2011).
Perpindahan aliran sungai memang
sudah biasa terjadi baik yang terjadi secara alami maupun atas usaha manusia. Tergolong
perpindahan aliran seperti apakah Bengawan Brantas, dan sejak kapan itu
terjadi???
Perpindahan aliran Bengawan Brantas di Mojokerto tersebut ternyata tidaklah terjadi
secara alami, namun merupakan hasil
usaha manusia. Peristiwa perpindahan aliran tersebut dapat
dikaitkan dengan upaya penaklukan Surabaya oleh Kesultanan Mataram pada tahun 1625 Masehi. Nasution
(2006) merujuk pada Graaf (1974) menceritakan proses terjadinya peristiwa
tersebut sebagai berikut:
”...pasukan Mataram
bergerak maju melalui Japan (Mojokerto) ke Terres atau Terusan dan mereka
bertahan untuk beberapa waktu. Dari sini pasukan Mataram melakukan satu teror
dengan membendung sungai. Hanya sedikit air yang dialirkan. Air yang mengalir
sedikit ini dikotori dengan keranjang-keranjang yang berisi bangkai dan buah
aren, yang diikat pada tonggak-tonggak di dalam sungai. Karena sumber air yang
digunakan masyarakat Surabaya pada masa itu adalah Kalimas, maka penduduk
Surabaya banyak yang menderita penyakit perut, gatal-gatal, demam, dan
batuk-batuk. Akibat dari blokade, para pembesar Surabaya akhirnya menempuh
jalan damai, yakni dengan mengirim utusan yang di-pimpin oleh Raden Pekik.
Maksud kedatangan Raden Pekik ini disambut baik dan akhirnya sejak tahun ini
Surabaya berada dibawah panji-panji Kerajaan Mataram hingga tahun 1743.”
Saya rasa kemungkinan kedua lebih mendekati
kebenaran, bahwa setidaknya dahulu sebelum tahun 1625
Masehi Bengawan Brantas masih bercabang di sekitar
Waringinpitu, Sidoarjo. Tahun 1625 Masehi aliran utama Bengawan Brantas dipindahkan
dengan paksa pada Desa Terusan, Mojokerto. Aliran yang ke utara (Sungai Mas/Sungai
Surabaya) hanya mendapat asupan dari Sungai Marmoyo (Sungai Jetis), sehingga
debit air sungai yang menuju Surabaya sangat kecil dibandingkan sebelumnya. Aliran
utama Bengawan Brantas pada peristiwa 1625 Masehi tersebut barulah berpindah ke
aliran yang sekarang kita sebut sebagai Sungai Porong.
Bekas meander Aliran Bengawan Brantas kuno |
Sekian saja ya…pembahasan tentang percabangan
Sungai Besar Brantas, jika ada kurang lebihnya saya minta maaf sebagai manusia.
Jika ada yang berminat meneruskan penelitian percabangan Sungai Brantas di
Mlirip silahkan. Proyek Bendungan Mlirip Raya bisa digali sejak kapan dibangun.
Masa Kolonial membuat proyek apa agar Sungai Mas (Sungai Surabaya) mendapat
asupan air yang lebih besar?? Bagaimana nasib Sungai Terung sebagai salah satu
cabang dari Brantas?? Sejak tadi yang dibahas hanya masalah Sungai Mas dan
Porong saja…. Selamat rekreasi, inovasi dan berkreasi...Smangat!!!!!
Daftar
Rujukan:
Nasution,
2006. Ekonomi Surabaya Pada Masa Kolonial
1830-1930. Surabaya: Intelektual
Munib, NB. 2011. Dinamika Kekuasaan Raja Jayakatyeng
di Kerajaan Glang-Glang Pada Tahun 1170-1215 Saka: Tinjauan Geopolitik. Malang: FIS UM
Pigeaud, Th G T. 1924. De
Tantu Panggelaran. Leiden
Yamin, H.M. 1962. Tatanegara Majapahit: Sapta Parwa, I.Djakarta:Prapantja
Yamin, H.M. 1962. Tatanegara Majapahit: Sapta Parwa, I.Djakarta:Prapantja
[1] Sekarang masih ada toponimi namanya
menjadi Desa Bangsri di Kecamatan Sukodono, Kabuaten Sidoarjo
[4] Dari desa pelabuhan Panumbangan (Desa
Penambangan) hingga Tda (di wilayah Kecamatan Taman) termasuk wilayah Kabupaten Sidoarjo
[5] Pagesangan masuk di Kecamatan Gayungan,
Surabaya selatan, dan Bungkul berada di Kecamatan Wonokromo, Surabaya tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar