Oleh:
Novi BmW
Sarasehan
Sejarah di Univ. Negeri Malang (Kamis, 15 Maret 2012)
1. LOKASI
Secara geografis lokasi Situs
Tondowongso berada di dukuh Tondowongso, Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kabupaten
Kediri. Berbatasan dengan Desa Tiru lor yang terletak disebelah selatan, Desa
Semanding disebelah barat, dan Desa Adan Adan yang terletak disebelah timur dan
utara. Secara astronomi lokasi situs berada di koordinat 07⁰ 47’ 25,4’’ LS dean
112⁰ 08’ 32,8” LS (Ekawati, L. 2008).
Peta Kabupaten Kediri |
2. PENEMUAN
Pada awal tahun 2007 (Januari-Maret)
para pekerja pemborongan tanah di dusun Tondowongso menemukan struktur batu
bata (tembok selatan) namun tidak ada pelaporan kepada pihak berwenang. Namun
setelah penggalian diteruskan ke arah yang lebih utara, para pekerja kaget saat
menemukan struktur bangunan batu bata beserta beberapa arca. Atas penemuan yang
terakhir ini kemudian pihak penggali tanah melaporkan kepada pihak berwenang.
Penggalian tanah tersebut berada di lahan milik tiga orang, yaitu Pak Kiran
(warga Desa Adan-Adan), Pak Munawar (Sekdes Desa Gayam saat itu), dan H.
Suryani (warga Desa Gayam).
3. BENTUK TEMUAN DAN TATA RUANG
Struktur dinding batu bata
ini memiliki arah timur-barat (lebih tepatnya tenggara-barat laut). Ditemukan
paling awal oleh warga (pekerja/penambang tanah). Kondisinya sangat rusak parah,
hamper semua batu bata dibongkar. Tertinggal bekas galian dan dasar struktur yang memanjang arah
timur-barat. Setelah ditemukan dan
digali tidak ada pelaporan kepada pihak berwenang di Desa Gayam, sehingga
kerusakan sangat parah. Sebagian batu bata ada yang digunakan pondasi rumah,
semen merah dan selebihnya di jual entah kemana. Dari pengukuran Tim Balai
Arkeologi Yogyakarta dinding selatan yang masih tersisa (lebih ke barat dan ke
timur) memiliki tebal 130 cm (Riyanto, S, dkk. 2010).
Dinding Kluster (Novi BmW, 2007) |
b. Dinding Timur (Pagar Keliling kompleks percandian?)
Struktur dinding batu bata
ini memiliki arah utara-selatan (lebih tepatnya timur laut-barat daya). Penemuan
dinding ini merupakan penemuan kemudian saat penggalian tanah diperlebar kea
rah timurlaut dan utara. Kondisinya termasuk lebuh baik dari pada tembok
selatan. Dari bentuk dinding yang tersingkap sangat terlihat struktur lapisan
tanah yang menimbun akibat aliran lava dari letusan Gunung Kelud. Di beberapa
bagian bahkan masih terlihat dinding yang meleok hampir roboh karena terjangan/
tekanan arus dari arah timur. Dari pengukuran Tim Balai Arkeologi Yogyakarta
dinding timur yang tersingkap ini memiliki tebal 170 cm (Riyanto, S, dkk. 2010).
c.
Pagar
gugus candi (pagar percandian?)
Pagar gugus candi pada prinsipnya merupakan bagian integral dari gugus
bangunan candi. Gugus candi dalam hal ini terdiri dari sebuah bangunan induk
dan tiga buah bangunan perwara. Dari ekskavasi dan pengukuran Tim Balai
Arkeologi Yogyakarta pagar gugus candi ini memiliki tebal 90 cm (Riyanto, S,
dkk. 2010).
1. Arca Dewa berkepala empat
Ciri-cirinya memiliki Empat Wajah (Catur Muka), duduk bersila di
atas padmasana ganda bertangan empat. Kedua tangan depan masing-masing
diletakkan di atas lutut. Ibu
jari dan kelingking tangan kanan saling bertemu dan ketiga jari lainnya
lurus. Tangan kanan belakang memegang
aksamala dan yang kiri memegang Camara. Pada keempat kepalanya memakai
Jatamakuta berhiaskan Candrakaala (Ekawati, L. 2008). Pada umumnya tokoh
dewa berkepala empat merupakan identifikasi terhadap Dewa Brahma. Namun untuk
kasus Situs Tondowongso ada pula yang mengidentifikasikannya sebagasi Dewa Siwa
Caturmuka.
2. Arca Dewa Candra
Dewa Candra atau Dewa Bulan sering dihubungkan dengan
Dewa Kesuburan. Pada situs Tondowongso ditemukan dua buah arca Dewa Candra.
Salah satunya terletak didekat arca Surya dan Nandi, dan yang lain terletak di
dinding pagar keliling sebelah timur. Cirri-ciri arca Dewa Candra ini adalah duduk bersila dengan kaki kiri di
atas kaki kanan pada Padmasana ganda. Bertangan dua, tangan kanan di atas
pangkuan dengan telapak tangan terbuka dan terdapat kuncup padma, sedangkan
tangan kiri di atas lutut kiri. Mempunyai rambut ikal dan panjang rambut sampai
bahu, kepala memakai jatamakuta. Dibelakang arca terdapat hiasan bulan sabit
dan pita yang ujungnya mengarah ke atas, selain itu juga terdapat prabha
(Ekawati, L. 2008).
3. Arca Dewa Surya
Arca Dewa Surya Situs Tondowongso digambarkan duduk bersila di atas
padmasana ganda. Kedua tangan diletakkan di atas kedua lutut, dan telapak
tangan kanan terbuka, di atasnya terdapat padma, sedang tangan kiri dengan
jari-jari di tekuk memegang sampur. Kepala memakai Jatamakuta. Di belakang arca
terdapat sirascakra dengan sisi sejajar dan prabha berbentuk bulat telur
(Ekawati, L. 2008).
4. Arca Nandi
Ditemukan dua Nandi, salah satunya berada pada bangunan
bersebalahan bilik dengan arca Candra dan Surya. Sedang Nandi yang lain berada
pada deretan arca-arca yang ditemukan didinding pagar keliling sebelah timur
(Ekawati, L. 2008).
5. Yoni
Yoni Situs Tondowongso ditemukan dalam bilik yang dinuat
dari batu putih dan penggarapannya sangat rapi dan halus. Dibawah carat
terdapat hiasan kepala naga. Yoni ini berukuran kecil, tingginya 28 cm, panjang
sisinya berukuran 31 x 31 cm (Ekawati. L. 2008).
6. Arca Dewi Durgamahesasuramardini
Biasanya digambarkan berdiri di atas seekor lembu yang
ia taklukkan. Dalam mitologi disebutkan bahwa lembu ini adalah penjelmaan
raksasa Asura yang pernah menyerang
kayangan dan di taklukkan oleh Dewi Durga. Pada umumnya durga memiliki tangan
berjumlah 8, masing-masing tangan memegang Cakra, Pedang, Vajra, ekor lembu,
Cangka, Tameng, Busur dan yang terakhir menjambak rambut Raksasa Asura
(Soekmono, 1973).
Selain arca-arca yang disebutkan di atas, ditemukan pula arca
Agastya, Nandiswara, Ardhanari, Lingga, Fragmen kepala arca dewa, dan fragmen
kaki arca dewa. Dilihat dari temuan-temuannya, maka dapat di identifikasikan
Situs Tondowongso merupakan reruntuhan bangunan Candi Hindi Saiva.
Formasi gugusan bangunan candi adalah
sebuah candi induk menghadap ke barat dan depannya terdapat tiga buah bangunan
perwara menghadap timur, di barat bangunan perwara terdapat gapura yang menyatu
dengan pagar Candi (Riyanto, S. 2010).
4. KETERKAITAN DENGAN SITUS LAIN
a. Candi Gurah
Pada tahun 1957 di dusun Sentul, Desa Tiru Lor, Kecamatan Gurah
pernah ditemukan sejumlah arca dan struktur bangunan di areal lahan milik Pak
Said. Lokasi temuan hanya berjarak 200 m lurus arah selatan dari lokasi Candi
Tondowongso. Dari hasil penelitian Bapak Soekmono (1958-1959) di dusun Sentul
tersebut terdapat sebuah candi induk dan tiga buah candi perwara yang terletak
di depannya. Serta arca-arca
yang di temukan dalam bilik candi perwara. Arca-arca tersebut adalah Brahma, Candra,
Surya, Nandi dan Yoni (Ekawati, L. 2008).
Temuan arca
dari Candi Gurah maupun Candi Tondowongso mempunyai persamaan, yaituarca
Brahma, Candra, Surya, Nandi, dan Yoni. Cara penempatan arca-arca di kedua
candi dapat dikatakan sama, meskipun bangunan tempat arca Candra, Surya dan
Nandi dari Tondowongso belum jelas bentuknya.
b. Situs Gapura Ponijo
Pada tahun 2007 setelah penemuan
Situs Candi Tondowongso, pada jarak 450 m arah barat situs ditemukan pula
struktur batu bata yang berwujud gapura (Ekawati, 2008, dalam Riyanto, S, dkk.
2010). Lokasinya berada di belakang rumah Bapak Ponijo, sehingga situs ini
disebut Situs Ponijo.
Jika di tarik garis lurus ke timur,
maka lokasi gapura ini berada di tengah-tengah antara Candi Tondowongso dan
Candi Gurah. Jika ketiga lokasi temuan situs inisaling terkait satu dengan
yuang lain, dapatlah diperkirakan situs Tondowongso, Gurah dan Ponijo merupakan
kompleks percandian yang luas.
c. Situs Semen dan Sumbercangkring.
Riyanto, S, dkk (2010) mengindikasikan adanya keterkaitan
historis antara Situs Semen, Situs Sumbercangkring dan Situs Tondowongso. Hal
tersebut didasarkan pada kesamaan dominasi bahan bata, ukuran bata, serta
teknik konstruksi yang memiliki kemiripan.
Situs Semen-Pagu yang berwujud
bangunan adalah struktur-struktur batu bata, di antaranya diduga merupakan
tembok dan saluran air. Data arkeologi berwujud bagian bangunan adalah dua buah
jaladwara yang terbuat dari bahan batu dan berukuran sekitar 100 cm untuk panjang
dan tingginya. Sementara itu, data arkeologi yang berupa artefak adalah sebuah
arca (Wisnu di atas Garuda) dengan tinggi 72 cm, pipisan, lumping, serta
artefak wadah dari bahan tanah liat (tembikar), batuan, maupun porselen
(Riyanto, S, dkk. 2010).
Situs Sumbercangkring berupa struktur
bangunan yang tinggal 7 lapis bata. Selain struktur bangunan bata, dilokasi itu
juga ditemukan sebuah arca Dwarapala yang belum selesai pengerjaannya serta
fragmen-fragmen bata yang berserakan (Riyanto, S, dkk. 2010).
5. MASA PEMBANGUNAN
Masih banyak misteri yang belum terungkap pada Situs Tondowongso.
Namun ada beberpa pendapat yang menyebutkan bahwa Situs tersebut berasal dari
masa Kerajaan Tertentu. Jika Candi Tondowongso sezaman dengan Candi Gurah, maka
pendapat Bapak Soekmono (1969) tentang kemungkinan Candi Gurah berasal dari
Masa Kerajaan Panjalu/Kadhiri. Bahkan beliau mengidentifikasikan bahwa Candi
Gurah memiliki Gaya Khas peralihan dari model Candi Jawa Tengahan menuju model
Candi Jawa Timuran. Jika indikasi awal Tim Balai Arkeologi Yogyakarta yang
mengidentifikasi adanyaketerkaitan antara Candi Tondowongso dengan Situs Semen
dapat di terima, maka dugaan bahwa Candi Tondowongso berasal dari masa Kadiri
sangatlah kuat. Karena pada situs Semen pernah ditemukan inskripsi angka tahun
1119 Saka (1197 M) (Knebel, 1910). Tahun itu sama dengan tahun
dikeluarkannya Prasasti Palah (1119 Saka) oleh Çri Mahārajā Çri Çarwweçwara Triwikramāwatarānindita Çrnggalañcana
Digjayotunggadewanāma.
Yang unik merupakan temuan Ibu Lisa Ekawati (almh) (2008),
dimana beliau mengidentifikasi adanya gaya
Singhasarian. Yaitu
keberadaan hiasan pita di belakang kepala arca Dewa Candra yang berkibar ke
atas. Motif pita semacam itu menginggatkan bentuk hiasan pada arca-arca masa
Singhasari . Kemudian ada pula yang berpendapat Situs Tondowongso peninggalan
masa Majapahit.
Terakhir
adalah pendapat yang menyatakan bahwa Situs Candi Tondowongso sejaman dengan
Candi Palah (Penataran) yaitu pada masa Kerajaan Panjalu/ Kadhiri. Namun masih tetap dipergunakan pada masa
Kerajaan Tumapel (Singhasari) hingga Majapahit. Sepertihalnya Candi Penataran
yang memiliki bukti paling tua berasal dari masa Kadiri, namun ada pula bukti
angka tahun maupaun ikonografi yang menunjukkan masih digunakannya situs hingga
masa Majapahit akhir.
Daftar
Rujukan
Ekawati, L. 2008. Arca-Arca Dari Candi Tondowongso Dan Candi Gurah, Kediri.
Berkala Arkeologi. Tahun XXVIII No. 2: 43-54. Yogyakarta: Balai Arkeologi
Yogyakarta
Knebel, J. 1910. Beschrijving van de Hindoe-oudheden in de Afdeling Kediri
(Residentie Kediri). Dalam Rapporten van
de Commissie in Nederlandsch-indie voor Oudheidkundig Onderzoek of Java en
Madura 1908. S-Gravenhage; Martinus Nijhoff & Batavia; Albrecht &
Co
Riyanto, S, dkk. 2010. Laporan
Penelitian Arkeologi Situs Tondowongso, Kediri, Jawa Timur 2010 (Tahap III). Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta
Soekmono. 1969.
Gurah the link between the central and the East Javanese arts. Bulletin of the Archaeological Institute of
the Republic of Indonesia.
---------------.
1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius