Kediri : Bumi Kadhiri Menginspirasi Indonesia
Oleh : Novi BMW
(Malang, 17/08/2008)
Oleh : Novi BMW
(Malang, 17/08/2008)
Bendera Merah Putih pertama kali di kibarkan oleh Pasukan Raja Jayakatwang |
Lembah antara Gunung Wilis dengan
Gunung Kampud (Kelud), terkenal sejak dahulu kala dengan nama “bhūmi Kadhiri”. Di wilayah ini pernah
berdiri pusat pemerintahan Kerajaan Pañjalu, yang bernama nagara
Daha.
Sejarah di daerah Kediri ternyata
memiliki beberapa inspirasi bagi pendiri negara Indonesia. Beberapa peristiwa
yang telah memberikan inspirasi bagi pendiri negara Indonesia adalah:
a.
Bendera
Merah-Putih: warna merah dan putih merupakan Bendera
Kerajaan Glang-Glang di bhumi Kadiri.
Pertama kalinya bendera Merah-Putih dikibarkan terjadi pada peristiwa penyerangan Raja Jayakatwang dari nagara Glang-Glang untuk
meruntuhkan Kerajaan Tumapel di daerah Malang. Peristiwa ini termuat dalam Prasasti Kudadu (1216 C/ 1294 M) pada lempeng IVb
disebutkan “....samangkana, hana ta tunggul ning satru layulayu katon wetani
haniru, bang lawan putih warnanya....”(Museum Nasional, 1986) artinya
“.....ketika itu, muncul bendera dari musuh berlari lari terlihat di sebelah
timur, merah dan putih warnanya.... ” (Munib, 2011) dari kutipan Prasasti Kudadu tersebut pemakaian bendera berwarna
bang (merah) dan putih di gunakan oleh Pasukan
Kerajaan Glang-Glang yang pusat ibukotanya di nagara Daha, i bhumi
Kadhiri. Pendiri negara Indonesia
mengambil warna Merah dan Putih untuk bendera negara karena terinspirasi peristiwa
penyerangan Jayakatwang yang terjadi pada tahun 1214
Saka (1292 M).
b.
Burung Garuda: Raja Airlangga merupakan
Pendiri Kerajaan Panjalu yang kelak menjadi Kadhiri. Dalam Prasasti Pamwatan
(19 Desember 1042 M) disebutkan lokasi ibukotanya pernah di nagara Daha. Setiap prasasti yang
dikeluarkan olehnya selalu diberi stempel / lancana kerajaan yang disebut “garudamukha lancana”. Di salah satu bagian Goa
Selomangleng Kediri, hingga sekarang masih terlihat jelas Relief Garudhamukha
tersebut.
c.
Raja Jayabhaya adalah nama
salah satu Maharaja di Kerajaan Panjalu. Hingga kini nama harumnya tetap
dikenang. Bahakan ada kumpulan Ramalan Jawa yang dikenal dengan nama besarnya,
yaitu Jangka Jayabhaya. Karena beberapa ramalan dalam jangka ini banyak sekali
pengaruhnya terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia. Bahkan ramalan Jangka
Jayabhaya tentang akan datangnya Ratu Adil mampu memotifasi para pejuang
kemerdekaan untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
Relief Garudya di Goa Selomangleng Kediri |
Dan
adapula karya
sastra yang perlu dibanggakan yang seharusnya sebagai icon Kediri, yaitu Kitab
Smaradahana. Cerita Panji merupakan cerita yang berakar dari pengembangan Kitab
Smaradahana karangan Mpu Dharmaja tersebut. Karya sastra ini diperuntukkan kepada
Maharaja Kameswara dan permaisurinya Kiranaratu. Nama lengkap Kameswara adalah Çri Mahārajā Çri
Kameçwara Triwikramāwatara Aniwaryyāwirya Parakrama Digjayotunggadewanāma (Prasasti Cker 1107 Saka), ialah
salah satu maharaja dari Kerajaan Panjalu di bhumi Kadhiri yang berpermaisurikan Sri Kirana Ratu dari Janggala (Munib, 2011).
Tidak dipungkiri lagi, bahwa dari Cerita Panji telah menginspirasi masyarakat
membentuk kebudayaan yang berakar dari cerita Panji tersebut. Contoh adalah
lahirnya Kesenian Reog, Tari Topeng Panji,
Jaranan, Wayang Klitik, dan berbagai macam bentuk kebudayaan lain yang
tersebar di Indonesia hingga mancanegara (hingga ke Kamboja dan sekitar). Oleh
karenanya layaklah hal sedemikian itu disebut Budaya Panji.
Panil Relief Panji di Desa Gambyok, Kec. Grogol, Kab. Kediri |
Ironisnya,
masih banyak masyarakat dan bahkan para praktisi akademis mengaggap bahwa masa
Kerajaan Panjalu di Kadhiri hanya kaya dengan karya sastra, seperti Susastra
Arjunawiwaha, Krsnayana, Sumanasantaka, Smaradahana, Bharatayuddha, Hariwangsa,
Gatotkacasraya, Wrttasancaya, dan Lubdaka. Namun masa ini miskin mewariskan
bangunan monumental seperti Candi.
Penemuan Candi Tondowongso tahun 2007 lalu, telah menggemparkan
masyarakat Kediri bahkan hingga keluarnegeri. Hal tersebut dikarenakan banyak
ditemukan arca dan struktur bangunan kuno yang hingga kini semakin meluas
penemuannya. Yang lebih mengejutkan lagi adalah sekitar 200 m lurus kearah
selatan ternyata adalah lokasi Candi Gurah yang telah ditemukan tahun 1957. Kemudian
ditemukan pula pada tahun 2007 Gapura di belakang rumah Mbah Ponijo, lokasinya
sekitar 450 m arah barat diantara kedua candi. Melihat kedekatan antar ketiga
situs dan kemiripan pengarcaan Candi Gurah dan Tondowongso, ada indikasi kuat
situs tersebut merupakan satu kompleks percandian yang luas (Munib, 2011).
Penemuan Situs Tondowongso, Candi Sumbercangkring, Candi
Asmorobangun, dan beberapa temuan lainnya seperti Candi Adan-Adan, Patirtan
Kepung, Situs Semen, dan Situs Kali Pesu. Mampu membuka mata peneliti-peneliti
sejarah Kadhiri, bahwa ungkapan masa Kadhiri miskin mewariskan bangunan
monumental perlu ditinjau kembali. Keberadaan Cagar Budaya monumental warisan
Kerajaan di bhumi Kadhiri, masih
banyak yang terpendam dalam tanah akibat kegiatan vulkanis Gunung Kelud selama
berabad-abad.
Penggalian di Situs Tondowongso |
Oleh karena hal tersebut, perlu diadakan kegiatan
sosialisasi dan pencarian solusi dari masalah-masalah yang berkenaan dengan
Cagar Budaya sebagai bukti kebesaran kerajaan di bhumi Kadhiri. Salah satu contohnya adalah nasib Kompleks Situs
Candi Gurah-Candi Tondowongso-Situs Ponijo. Candi yang pada tanggal 15 hingga
25 Oktober 2012 telah dilakukan ekskavasi Tahap V, perlu diberikan perhatian
khusus saat ini sebagai salah satu aset daerah yang potensial untuk
dikembangkan dalam bidang wisata, media pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Apalagi para ahli, seperti Bapak Soekmono, telah mengidentifikasikan Candi Gurah (beserta kompleks
Tondowongso) sebagai candi bergaya khas masa peralihan “Kadhiri style”. Jika tidak diselamatkan segera maka hilanglah bukti
kebesaran Kadhiri dan keberadaan “Kadhiri
style” tersebut.
Daftar Rujukan :
Daftar Rujukan :
- Boechari, 1985/ 1986. Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid I. Jakarta: Proyek Pengembangan Museum Nasional tahun 1985/ 1986
- Munib, NB. 2011. Dinamika Kekuasaan Jayakatwang di Kerajaan Glang-Glang Tahun 1170 - 1215 Caka. Tinjauan Geopolitik . Malang : Uni. Negeri Malang