Jumat, 03 Februari 2012

Prasasti Tangkilan



Mbah Gilang atau Prasasti Tangkilan (30 Januari 2012)
Oleh: Novi BMW
  • Nama : Prasasti Tangkilan, Prasasti Padangan, Mbah Gilang 
  • Alamat : Dukuh Tangkilan, Desa Padangan, Kec. Kayen Kidul, Kab. Kediri 
  • Angka Tahun : 1052 Çaka/1130 Masehi (Wibowo, 2001) 
  • Nama Raja : Çri Mahārāja Çri Bāmeçwara Sakalabuaņatuşţikāraņa Sarwwāniwāryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa

Menurut penuturan Mbah Tukini Rembes (60-an), dahulu prasasti ini ditemukan oleh Kakeknya yang bernama Mbah Sirokarso Jaimin (alm) pada masa Belanda. Suami dari Mbah Gemi (almh) tersebut menemukan prasasti tersebut tidak sengaja, sewaktu menggali tanah di areal kebun yang terkenal wingit (angker) kala itu.

Informasi Mbah Tukini Rembes bahwa penemuan prasati ini sejak masa pendudukan Belanda tidaklah salah. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya laporan J. Knebel (1908) tentang Situs batu bersurat di Dukuh Tangkilan, Desa Pandangan, Distrik Papar, Afdeeling&Residentie Kediri.Yang mau tau isi laporannya, silahkan baca dibawah ini ni....

(Distrikt Papar)
Desa Pandangan
Doekoeh Tangkilan

In het midden van de tegalan troffen we aan een zoogenaamde beschreven steen, plat neerliggend in het zand.
Geen enkele letter is er meer op te onderscheiden.
De steen staat op een lotuskussen; het kussen ligt op eene steenplaat, en de steenplaat op een inzetstuk.
Hoog 1.64 M; breed van boven 0.94 M, beneden 0.79. Lotuskussen, plaat en pen, hoog 0.58 M.
Dikte van den steen 0.36 M.
Aan dezen steen wordt op geenerlie wijze eer bewezen.

Sekarang keberadaan prasasti telah dipindahkan dari lokasi asal dan bergeser sekitar 20 meter kea rah barat daya. Selain prasasti ditemukan juga berbagai arca dewa, dan sebuah jobong sumur kuno. Menurut Mbah Tukini Rembes dahulu ada beberapa arca yang dicuri. Arca-arca tersebut berupa arca ketek (monyet), manuk (burung), arca lanang, dan arca wedok. Oleh karenanya semua temuan Cagar Budaya tersebut telah dibuatkan pagar keliling dari semen. Kecuali jobong sumur yang hingga sekarang masih digunakan untuk sumuran, dan terkenal dengan Sumur Mbah Gilang. Dahulu areal temuan prasasti berupa tegalan, namun kini lokasinya diapit perumahan penduduk.

Lain lagi cerita Sumur Mbah Gilang, dahulu di sumur tersebut konon pernah ada orang yang  melihat ular berjengger. Kemudian masyarakat mencoba untuk menguruk sumur Mbah Gilang dengan pasir. Namun berapapun banyaknya pasir yang ditumpahkan, tetap tidak mampu menguruk sumur ini.
Sumur Mbah Gilang (30 Januari 2012)

Punden Mbah Gilang masih sering dikunjungi oleh para peziarah. Sering pula di lokasi punden mbah Gilang ini dipentaskan acara-acara tradisional, seperti Jaranan, Tayub, Ketoprak, Reog dan Wayang. Setiap bulan Suro malam Jumat legi, Mbah Gilang (Prasasti Tangkilan) dimandikan dengan air kembang. Pantangan bagi oernag-orang yang berkunjung adalah memakai batik bercorak lurik, parang rusak dan juga pakaian berwarna hijau.

Walaupun ukiran aksara pada batu bertulis  Tangkilan sebagian masih dapat di baca, namun hingga kini masih belum diterbitkan bacaannya. Penempatannya yang tidak dilindungi bangunan beratap (cungkup) menjadikan warisan leluhur ini semakin merana. Jika dibiarkan terus demikian dikhawatirkan aksara-aksara dalam prasasti semakin aus tergerus air hujan dan terik matahari.

Rujukan: 
  • Knebel, J. 1910. Beschrijving van de Hindoe-oudheden in de Afdeling Kediri (Residentie Kediri). Dalam Rapporten van de Commissie in Nederlandsch-indie voor Oudheidkundig Onderzoek of Java en Madura 1908. S-Gravenhage; Martinus Nijhoff & Batavia; Albrecht & Co. 
  • Wibowo, B.S. 2001. Prasasti-Prasasti di Jawa Timur. Mojokerto: BP3 Trowulan

1 komentar:

  1. Salam Kenal dari Kami baitulkhitankediri.com, kami melayani Khitan Anak & Dewasa di Kota Kediri di dan Juga Kediri Kabupaten , Khitan Aman, Modern dan Profesional. Pelayanan yang terbaik selalu kami berikan bagi pasien kami. Konsultasi kunjungi website resmi kami baitulkhitankediri.com

    BalasHapus