Oleh : Novi BmW
Pada Hari Minggu lalu (17/02/2013) Komunitas Songenep Tempo
Doeloe (Sepoloe) telah mengadakan kunjungan Situs Makam yang tidak terawat di Asta Tinggi, Kabupaten Sumenep. Salah satu yang menarik
perhatian adalah sebuah bangunan berbentuk Kubah, yang di dalamnya terdapat dua
makam kuno.
Cungkup Kubah Makam Kyai Wiradipura Foto : Novi BmW, 17/02/2013 |
Menurut penuturan salah seorang pengurus Makam Asta Tinggi bangunan itu merupakan makam KH. Abdul Hadi. Siapakah tokoh ini?? Belum ada
yang mengetahuinya, oleh karenanya Tim yang hadir hari tersebut, ingin melacak
siapakah beliau dan apakah hubungan beliau dengan para penguasa Sumenep, hingga
dimakamkan dalam bangunan Kubah di Asta Tinggi, yang biasanya hanya
diperuntukkan untuk tokoh berpengaruh di Kerajaan Sumenep.
Pada batu nisan kedua makam dalam
kubah, terdapat prasasti beraksara Arab dan berbahasa Jawa. Salah satu
prasasti masih dapat dibaca dengan jelas, yaitu makam pria yang berbunyi :
Tokoh yang dimakamkan dalam
bangunan Kubah ini bernama Kyai Wiradipura, dan sama sekali tidak ditemukan
nama KH. Abdul Hadi. Sedangkan makam yang berada disebelah makam Kyai
Wiradipura menunjukkan model batu nisan untuk kaum perempuan, diperkirakan
merupakan makam Istrinya. Sayang sekali prasasti pada batu nisan makam tersebut telah aus dan sulit untuk dibaca ulang.
Batu nisan makam Kyai Wiradipura Foto : Novi BmW, 24/02/2013 |
Dari prasasti dalam batu nisan
Kyai Wiradipura dijelaskan pula hubungannya dengan salah satu penguasa Sumenep.
Beliau ternyata merupakan Paman dari Pangeran Natakusuma, penguasa Sumenep pada
tahun 1762-1811. hubungan paman-keponakan tersebut berasal dari ibu Pangeran Natakusuma.
Muncul pertanyaan, siapakah Ibu Pangeran Natakusuma?
Jika Kyai Wiradipura adalah paman Pangeran Natakusuma (R. Arya Asirudin) dari garis Ibu, maka ada dua kemungkinan.
- Kyai Wiradipura adalah saudara ibu kandung Pangeran Natakusuma, yaitu Nyai Izza.
- Kyai Wiradipura adalah saudara ibu tiri Pangeran Natakusuma, yaitu RA. Rasmana Tirtanegara.
Pangeran Natakusuma atau
Panembahan Somala sebenarnya bernama Raden Arya Asirudin. Ia merupaka anak tiri
dari pewaris tahta Sumenep yang sah saat itu, yakni RA. Rasmana Tirtanegara.
Sedangkan ayah kandungnya adalah Bindara Saud, dipersuamikan RA. Rasmana
Tirtanegara, yang kemudian bergelar R. Tumenggung Tirtanegara. Karena
pernikahan antara Bindara Saud dengan RA. Rasmana Tirtanegara tidak memiliki
keturunan langsung, maka atas perintah RA. Rasmana sendiri, yang dijadikan
pewaris tahta Sumenep adalah Raden Arya Asirudin (Zulkarnain, I. Dkk. 2003).
Ibu kandung Pangeran Natakusuma bernama Nyai Izza. ia adalah putri dari Kyai Djalaludin yang masih keturunan Sunan Kudus. Bendara Saod dan Nyai Izza bermukim di area Pondok Pesantren Lembung Barat (sekarang Kec. Lenteng). Makam Nyai Izza sekarang berada di dekat Masjid Lembung Barat (Zulkarnain, dkk. 2003).
Jika Kyai Wradipura merupakan saudara Nyai Izza, maka boleh dikatakan dia keluarga para Ulama Sumenep. Gelar "Kyai" yang ia sandang merupakan bukti diakuinya ia sebagai guru agama/pemimpin agama di Keraton Sumenep.
Pada akhir prasasti dalam batu
Nisan Kyai Wiradipura, kita mendapatkan tahun wafatnya beliau, yaitu pada tahun 1251
hijriyah (1836 M). Pada Tahun 1251 H (1836 M) yang menjadi penguasa Sumenep
adalah putra Pangeran Natakusuma, yaitu Sultan Abdurrahman Pakunataningrat
(1811-1854 M).Jika Kyai Wradipura merupakan saudara Nyai Izza, maka boleh dikatakan dia keluarga para Ulama Sumenep. Gelar "Kyai" yang ia sandang merupakan bukti diakuinya ia sebagai guru agama/pemimpin agama di Keraton Sumenep.
Peran Kyai Wiradipura selain sebagai bangsawan kerajaan, juga menjadi ulama/guru agama para bangsawan. Kemungkinan Pangeran Natakusuma dan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat merupakan muridnya pula.
Blusuker Komunitas Songenep Tempo Doeloe (Sepoloe) Foto : Novi BmW 24/02/2013 |
Jika demikian maka tidak
pantaslah jika makam tokoh ulama, guru bagi pemimpin Sumenep dibiarkan
terbengkalai tanpa perawatan yang baik. Ungkapan “buppa’-bhabhu, ghuru, rato”
ternyata tidak berlaku dalam kasus ini. Posisi Kyai Wiradipura, selain keluarga
pemimpin juga termasuk guru agama para pemimpin Sumenep.
Apa yang dialami pada makam Kyai Wiradipura berbanding terbalik dengan kompleks makam di sebelah baratnya (murit-muritnya). Asta Tinggi 24 jam terus di jejali peziarah dari berbagai daerah di negeri ini, namun kebanyakan berziarah ke makam para murit Kyai Wiradipura. Sedangkan makam Ulama keraton yang telah membimbing para Raja, tertutup semak belukar, terlupakan begitu saja. Ter-La-Lu
Apa yang dialami pada makam Kyai Wiradipura berbanding terbalik dengan kompleks makam di sebelah baratnya (murit-muritnya). Asta Tinggi 24 jam terus di jejali peziarah dari berbagai daerah di negeri ini, namun kebanyakan berziarah ke makam para murit Kyai Wiradipura. Sedangkan makam Ulama keraton yang telah membimbing para Raja, tertutup semak belukar, terlupakan begitu saja. Ter-La-Lu
Sumber :
Zulkarnain, I.
Dkk. 2003. Sejarah Sumenep. Sumenep: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Sumenep.
NB : Jika para peziarah dengan mudah menyetempel makam wali Negara sebagai makam "Wali". maka saya sarankan di setiap nisan para bapak dan ibu di seluruh dunia juga di beri stempel "Wali" karena kalian adalah "Wali Murid"
[1]
Titik-titik menunjukkan adanya kalimat yang belum dapat di baca/terjemahkan
oleh penulis, semoga pembaca ada yang dapat melanjutkan pembacaan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar