Kamis, 28 Februari 2013

Pangeran Letnan



Oleh : Novi BmW

Gerbang Astana Pangeran Hamza (Nama Kecil Pangeran Letnan)
(Foto : Novi BmW, 24/02/2013)
Pangeran Kusuma Sinerangingrana ialah salah satu putra Sultan Abdurrachman Pakunataningrat, penguasa Sumenep tahun 1811-1854 M. Pada masa pemerintahan Sultan Abdurrachman ini, empat putranya diangkat sebagai staff kemiliteran, salah satunya adalah Pangeran Kusuma Sinerangingrana.

Pangeran Kusuma Sinerangingrana berpangkat Letnan Kolonel, ia merupakan Komandan Pasukan Infantri. Kediamannya berada di Desa Kapanjin, sebelah timur laut Keraton Sumenep. Hingga kemudian ia lebih terkenal dengan sebutan “Pangeran Letnan” (Zulkarnain, I. Dkk. 2003).

Pasukan infantri Sumenep terkenal prestasinya dalam beberapa peperangan di berbagai pelosok Nusantara. Kesuksesan dalam berbagai pertempuran di pelosok Nusantara ini membuktikan peran penting Pangeran Letnan sebagai komandan pasukan infantri Keraton Sumenep kala itu. Adapun prestasi pasukan Sumenep dalam beberapa operasi militer di Nusantara antara lain : 
  • Perang Bone (1825)
Ekspedisi besar-besaran menaklukkan Sulawesi, dilancarkan di bawah pimpinan MayJend. Jozef van Geen. Pasukan ekspedisi itu terdiri atas 4.100 orang. Dalam perang ini diperbantukan sekitar 1.100 pasukan Sumenep, selebihnya merupakan serdadu Belanda dan pasukan bantuan dari sekutu Belanda di Sulawesi  (http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bone_%281825%29).

Ekspedisi ini berhasil dengan sukses dimenangkan oleh pasukan Belanda yag di bantu 1.100 pasukan dari Sumenep. Akhirnya Bone dan mayoritas wilayah Sulawesi berhasil di bawah hegemoni pasukan Kolonial Belanda.
  • Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang yang dikenal dengan Perang Jawa ini berlangsung cukup lama dan membuat perbendaharaan Kolonial Belanda cukup terkuras untuk pembiayaan operasi militer. Terbatasnya jumlah serdadu dari bangsa Belanda,maka diperlukan pasukan tambahan dari berbagai pasukan sekutu pribumi. Salah satu barisan pasukan yang di perbantukan dalam beberapa aksi militer di Nusantara adalah pasukan dari Sumenep.
  • Perang Paderi (1837)
Penyerangan dan pengepungan benteng kaum Padri di Bonjol oleh Belanda dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi dengan tentara yang sebagian besar adalah bangsa pribumi yang terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenep, Madura). Serangan terhadap benteng Bonjol dimulai orang-orang Bugis yang berada di bagian depan dalam penyerangan pertahanan Padri (http://id.wikipedia.org/wiki/Tuanku_Imam_Bonjol).

      Untuk membantu pasukan Kolonial Belanda, Sumenep mengirim 2 kompi pasukan infantri di bawah pimpinan Kakak Pangeran Letnan, yaitu Kolonel Kusuma Senaningalaga, atau yang terkenal sebagai Pangeran Kornel (Zulkarnain, I. Dkk. 2003).
  • Perang Bali (1846-1848)
Dalam Perang melawan kekuasaan raja-raja Bali, tiga kali berturut-turut Sumenep mengirimkan 2 kompi pasukan yang dipimpin Pangeran Kusuma Suryadingayuda (Pangeran Mariyem) dan 1000 orang pekerja sipil dipimpin oleh Pangeran Suryadiputra (Pangeran Adi), meraka adalah saudara-saudara Pangeran Letnan (Jonge, 2012).

  • Perang Borneo (1854)
Dalam Perang di daratan Kalimantan, sebanyak 150 orang pasukan Sumenep di kerahkan (Zulkarnain, I. Dkk. 2003).

  • Perang Aceh (1873-1904)
Pasukan dari Sumenep dikirim pula dalam penaklukan Aceh. Banyak pula yang tergabung dalam pasukan elit “Marsose” yang kejam bin sadis (Jonge, 2012). Keberhasilan operasi ini adalah dengan Menguasai Masjid Baiturrahman Aceh, Terbunuhnya Ibrahim Lamnga (Suami 1 Cut Nyak Dien),Terbununhnya Teuku Umar (Suami ke-2 Cut Nyak Dien), menyerahnya Panglima Polim, dan berakhir dengan penangkapan Cut Nyak Dien.
Makam Pangeran Letnan
(Foto : Novi BmW, 24/02/2013)


Makam Pangeran Letnan berada di Asta Pangeran Hamza, Desa Kebonagung, Kab. Sumenep, Jawa Timur. Di sebelah makam Pangeran Letnan masih  terdapat beberapa makam yang berprasasti. Salah satu nisan berprasasti sagat indah berhias mahkota bersalip di puncaknya, prasasti tersebut berbunyi sebagai mana berikut:

Batu Nisan Berprasasti milik Istri Pangeran Letnan
(Foto : Novi BmW, 24/02/2013)
Hadal qubur almarhumah raden ayu pangeran letnan kolonel kusuma sinerang ing rana binti ratu pamekasan wafat fi lailatul arba’a fi Syahri Zulqo’dah Hilal 6 .......... 1274”

Artinya:

“ini adalah makam almarhumah Raden Ayu Pangeran Letnan Kolonel Kusumasinerangingrana putri (dari) Ratu Pamekasan wafat pada malam rabu pada bulan Zulqo’dah Hilal (hari ke-)6 .........1274.” (Novi BmW, 26/02/2013)

Jadi makam tersebut merupakan makam Istri Pangeran Letnan, yang merupakan Putri penguasa Pamekasan. Ia wafat pada tahun 1274 H (1859 M).

Sumber:

Jonge, H. 2012. Garam, kekerasan dan Aduan Sapi. Yogyakarta: LKiS

Zulkarnain, I. Dkk. 2003. Sejarah Sumenep. Sumenep: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep.


4 komentar:

  1. menarik artikelnya, mengingatkan kita akan kenyataan bahwa Belanda yang menjajah negeri ini dan terlihat superior, ternyata hanyalah negeri yang pintar "merayu". Merayu suku lain agar mau bergabung dengan pasukannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu berarti pula bahwa Kesultanan Mataram (bukan Indonesia lho ya), tidak pandai memimpin daerah... jd daerah lebih memilih sosok pemimpin yg dirasa lbh mengayomi...hm.. ironis ya... :'(

      Hapus
  2. Klo pasukan sumenep bersekutu dgn belanda berarti berperang sesama pribumi dong.aku yaki pangeran letnan itu islam dan raja bone,imam bonjol,teuku umar dll juga islam.lalu gmn mereka saling bunuh hanya krn belanda?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sy tdk yakin dg cerita di atas... jangan2 ini cerita hanya karangan belanda semata... seperti yg d kemukakan kh.agus sunyoto sejarawan NU ini memgatakan bahwa kitab pararaton itu karangan belanda... sama halnya dg cerita di atas

      Hapus