Oleh : Novi BmW
Gerbang Astana Pangeran Hamza (Nama Kecil Pangeran Letnan) (Foto : Novi BmW, 24/02/2013) |
Pangeran
Kusuma Sinerangingrana ialah salah satu putra Sultan Abdurrachman
Pakunataningrat, penguasa Sumenep tahun 1811-1854 M. Pada masa pemerintahan
Sultan Abdurrachman ini, empat putranya diangkat sebagai staff kemiliteran,
salah satunya adalah Pangeran Kusuma Sinerangingrana.
Pangeran
Kusuma Sinerangingrana berpangkat Letnan Kolonel, ia merupakan Komandan Pasukan
Infantri. Kediamannya berada di Desa Kapanjin, sebelah timur laut Keraton
Sumenep. Hingga kemudian ia lebih terkenal dengan sebutan “Pangeran Letnan”
(Zulkarnain, I. Dkk. 2003).
Pasukan
infantri Sumenep terkenal prestasinya dalam beberapa peperangan di berbagai
pelosok Nusantara. Kesuksesan dalam berbagai pertempuran di pelosok Nusantara
ini membuktikan peran penting Pangeran Letnan sebagai komandan pasukan infantri
Keraton Sumenep kala itu. Adapun prestasi pasukan Sumenep dalam beberapa
operasi militer di Nusantara antara lain :
- Perang Bone (1825)
Ekspedisi besar-besaran menaklukkan Sulawesi,
dilancarkan di bawah pimpinan MayJend. Jozef van Geen. Pasukan ekspedisi itu terdiri atas 4.100 orang. Dalam perang
ini diperbantukan sekitar 1.100 pasukan Sumenep, selebihnya merupakan serdadu
Belanda dan pasukan bantuan dari sekutu Belanda di Sulawesi (http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bone_%281825%29).
Ekspedisi ini berhasil dengan sukses dimenangkan
oleh pasukan Belanda yag di bantu 1.100 pasukan dari Sumenep. Akhirnya Bone dan
mayoritas wilayah Sulawesi berhasil di bawah hegemoni pasukan Kolonial Belanda.
- Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang yang dikenal dengan Perang Jawa ini
berlangsung cukup lama dan membuat perbendaharaan Kolonial Belanda cukup
terkuras untuk pembiayaan operasi militer. Terbatasnya jumlah serdadu dari
bangsa Belanda,maka diperlukan pasukan tambahan dari berbagai pasukan sekutu
pribumi. Salah satu barisan pasukan yang di perbantukan dalam beberapa aksi
militer di Nusantara adalah pasukan dari Sumenep.
- Perang Paderi (1837)
Penyerangan dan pengepungan benteng kaum Padri di
Bonjol oleh Belanda dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) yang
dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi dengan tentara yang
sebagian besar adalah bangsa pribumi yang terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon.
Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130
tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan
pembantu Sumenep, Madura). Serangan terhadap benteng Bonjol dimulai orang-orang
Bugis yang berada di bagian depan dalam penyerangan pertahanan Padri (http://id.wikipedia.org/wiki/Tuanku_Imam_Bonjol).
Untuk membantu pasukan Kolonial Belanda, Sumenep
mengirim 2 kompi pasukan infantri di bawah pimpinan Kakak Pangeran Letnan,
yaitu Kolonel Kusuma Senaningalaga, atau yang terkenal sebagai Pangeran Kornel
(Zulkarnain, I. Dkk. 2003).
- Perang Bali (1846-1848)
Dalam Perang melawan kekuasaan raja-raja Bali, tiga
kali berturut-turut Sumenep mengirimkan 2 kompi pasukan yang dipimpin Pangeran
Kusuma Suryadingayuda (Pangeran Mariyem) dan 1000 orang pekerja sipil dipimpin
oleh Pangeran Suryadiputra (Pangeran Adi), meraka adalah saudara-saudara
Pangeran Letnan (Jonge, 2012).
- Perang Borneo (1854)
Dalam Perang di daratan Kalimantan, sebanyak 150
orang pasukan Sumenep di kerahkan (Zulkarnain, I. Dkk. 2003).
- Perang Aceh (1873-1904)
Pasukan dari Sumenep dikirim pula dalam penaklukan
Aceh. Banyak pula yang tergabung dalam pasukan elit “Marsose” yang kejam bin
sadis (Jonge, 2012). Keberhasilan operasi ini adalah dengan Menguasai Masjid
Baiturrahman Aceh, Terbunuhnya Ibrahim Lamnga (Suami 1 Cut Nyak
Dien),Terbununhnya Teuku Umar (Suami ke-2 Cut Nyak Dien), menyerahnya Panglima Polim,
dan berakhir dengan penangkapan Cut Nyak Dien.
Makam Pangeran Letnan (Foto : Novi BmW, 24/02/2013) |
Makam
Pangeran Letnan berada di Asta Pangeran Hamza, Desa Kebonagung, Kab. Sumenep,
Jawa Timur. Di sebelah makam Pangeran Letnan masih terdapat beberapa makam yang berprasasti. Salah
satu nisan berprasasti sagat indah berhias mahkota bersalip di puncaknya, prasasti
tersebut berbunyi sebagai mana berikut:
Batu Nisan Berprasasti milik Istri Pangeran Letnan (Foto : Novi BmW, 24/02/2013) |
“Hadal qubur almarhumah raden
ayu pangeran letnan kolonel kusuma sinerang ing rana binti ratu pamekasan wafat
fi lailatul arba’a fi Syahri Zulqo’dah Hilal 6 .......... 1274”
Artinya:
“ini adalah makam almarhumah
Raden Ayu Pangeran Letnan Kolonel Kusumasinerangingrana putri (dari) Ratu
Pamekasan wafat pada malam rabu pada bulan Zulqo’dah Hilal (hari ke-)6 .........1274.” (Novi BmW, 26/02/2013)
Jadi makam tersebut merupakan makam
Istri Pangeran Letnan, yang merupakan Putri penguasa Pamekasan. Ia wafat pada
tahun 1274 H (1859 M).
Sumber:
Jonge, H. 2012.
Garam, kekerasan dan Aduan Sapi.
Yogyakarta: LKiS
Zulkarnain, I.
Dkk. 2003. Sejarah Sumenep. Sumenep:
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep.
menarik artikelnya, mengingatkan kita akan kenyataan bahwa Belanda yang menjajah negeri ini dan terlihat superior, ternyata hanyalah negeri yang pintar "merayu". Merayu suku lain agar mau bergabung dengan pasukannya.
BalasHapusitu berarti pula bahwa Kesultanan Mataram (bukan Indonesia lho ya), tidak pandai memimpin daerah... jd daerah lebih memilih sosok pemimpin yg dirasa lbh mengayomi...hm.. ironis ya... :'(
HapusKlo pasukan sumenep bersekutu dgn belanda berarti berperang sesama pribumi dong.aku yaki pangeran letnan itu islam dan raja bone,imam bonjol,teuku umar dll juga islam.lalu gmn mereka saling bunuh hanya krn belanda?
BalasHapusSy tdk yakin dg cerita di atas... jangan2 ini cerita hanya karangan belanda semata... seperti yg d kemukakan kh.agus sunyoto sejarawan NU ini memgatakan bahwa kitab pararaton itu karangan belanda... sama halnya dg cerita di atas
Hapus